Sekilas tentang Sumba
Pulau Sumba terletak di selatan Indonesia, yang berbatasan dengan Pulau Sumbawa di barat laut, Pulau Flores di timur laut, Pulau Timor di timur dan Benua Australia di selatan dan tenggara.
Pulau Sumba memiliki luas 11.005 km² dan penduduknya berjumlah 768.824 jiwa (BPS NTT 2017). Sebagian besar penduduknya adalah petani dan peternak. Mayoritas menganut agama Kristen disusul Islam dan sebagian kecil Hindu dan Budha. Meskipun terus berkurang, saat ini masih cukup banyak yang menganut kepercayaan asli Marapu.
Sejak tahun 2008, setelah Sumba Barat terbagi menjadi 3 kabupaten, Pulau Sumba memiliki 4 kabupaten yakni Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya. Pulau Sumba memiliki 2 pelabuhan udara dan 2 pelabuhan laut (Sumba Timur dan Sumba Barat Daya).
Kualitas hidup penduduk Sumba masih jauh tertinggal, baik pada sektor pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Pada tahun 2015, Pemerintah Indonesia menetapkan 4 kabupaten di Sumba sebagai daerah tertinggal.
Kondisi ini kontras dengan beragamnya potensi ekoomi dan budaya (khususnya pariwisata). Pada tahun 2016 dan 2017, Hotel Nihiwatu yang berada di Sumba Barat terpilih sebagai hotel terbaik dunia (menurut Majalah Travel + Leisure). Dan pada tahun 2017, Majalah Focus (yang terbit di Jerman) menobatkan Sumba sebagai pulau terindah di dunia.
SEKILAS TENTANG KABUPATEN SBD
Sumba Barat Daya adalah wilayah fokus kegiatan YHS. Kabupaten ini adalah satu dari 4 kabupaten di Pulau Sumba dan 22 kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Luas wilayahnya 1.445,32 km², terdiri atas 11 kecamatan dan 173 desa.
Jumlah penduduknya 325.699 jiwa dengan kepadatan 225 jiwa/km² (BPS 2017). Separuh penduduknya beragama Kristen Katholik (52,79), lainnya beragama Kristen Protestan (35,79%), Islam (11,23%), Hindu (0,19%) dan Budha (0,01%).
Kondisi Saat Ini
Bidang Kesehatan
Sarana/fasilitas kesehatan masih menjadi masalah serius di kabupaten ini (termasuk di Pulau Sumba), meskipun sudah ada perubahan. Fasilitas yang sangat penting tapi memprihatinkan adalah ketersediaan toilet yang sehat di rumah penduduk atau kampung/pemukiman.
Selain fasilitas kesehatan, ada persoalan yang jauh lebih mendesak (urgent) yakni nutrisi dan pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Terkait nutrisi, pada umumnya penduduk lokal masih berpikir pada kecukupan pakan, belum pada kecukupan nutrisi. Kondisi ini menunjukkan bahwa masih banyak penduduk yang gizi kurang dan buruk dan bertubuh pendek/kecil (stunting).
Pola hidup bersih dan sehat yang mencakup konsumsi air bersih (dan masak), kebersihan tubuh dan lingkungan (mandi, cuci tangan, peralatan makan, rumah dan kintal serta toilet dan kamar mandi), buang limbah di toilet dan pengelolaan limbah (baik cair maupun padat) masih menjadi persoalan bagi sebagian penduduk lokal. Hal ini diperparah oleh kebiasaan memelihara ternak di kolong rumah.
Dengan kondisi tersebut, fokus kegiatan YHS ke depan adalah penyediaan fasilitas kesehatan (air bersih khususnya bak air, toilet dan kamar mandi), PHBS dan nutrisi. Di antara 3 isu ini, YHS berkomitmen untuk lebih memberi perhatian pada ketersediaan nutrisi (khususnya untuk ibu hamil dan balita).
Bidang Pendidikan
Saat ini sarana/fasilitas pendidikan tidak lagi menjadi persoalan utama karena bantuan pemerintah untuk sekolah sangat banyak. Biaya sekolah dan perlengkapan didukung pemerintah (melalui dana Bantuan Operasional Sekolah/BOS). Karena itu, aksesibilitas pendidikan cukup terpenuhi.
Yang menjadi persoalan serius adalah kualitas pendidikan, yang mencakup kapasitas guru (khususnya untuk menerapkan metode pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan), literasi (perpustakaan dan budaya baca), partisipasi orang tua, masyarakat dan stakeholder pendidikan.
Untuk merespons kondisi ini, ke depan YHS akan fokus pada program literasi dan pendidikan lingkungan (baik pada sekolah formal maupun komunitas), peningkatan kapasitas guru, terlibat dan mendukung forum yang mengusung isu pendidikan.
Bidang Ekonomi
Mengingat sebagain besar adalah petani dan peternak, maka kondisi alam/lingkungan sangat menentukan keberlanjutan hidup masyarakat. Dari tahun ke tahun, ketersediaan air semakin kurang, tanah semakin tandus dan tergantung pada pupuk pabrik, iklim yang tidak menentu dan lahan semakin sempit karena penduduk semakin banyak dan dijual.
Selain itu, pola pertanian masih subsisten (pemenuhan kebutuhan harian), harga komoditi yang rendah dan tidak stabil, kewirausahaan masih rendah, penjualan masih dalam bentuk mentah (belum ada/masih sedikit produk olahan), pemasaran produk masih konvensional.
Kondisi di atas menyebabkan rendahnya produktivitas, kualitas produk, daya saing, motivasi bertani dan kecilnya skala usaha sehingga pendapatan (income) penduduk masih rendah. Hal ini berdampak pada aspek/bidang kehidupan lain.
Merespons situasi ini, YHS akan fokus pada kewirausahaan, managemen usaha (analisis usaha, pemasaran, peningkatan kualitas produk), pengolahan hasil, ijin usaha dan sertifikasi produk. Seluruh jenis usaha ekonomi akan disertai upaya konservasi alam dan berorientasi pada usaha ekonomi berkelanjutan (sustainable agriculture) dan ramah lingkungan (green economy).
Bidang Energi Baru Terbarukan (renewable energy) dan lingkungan
Pada tanggal 1 Juni 2015, Pemerintah Indonesia menetapkan Pulau Sumba sebagai Pulau Ikonis Energi Terbarukan. Penetapan ini memperkuat berbagai upaya pengembangan energi terbarukan (EBT) beberapa tahun sebelumnya, yang diinisiasi oleh pemerintah dan NGO (Hivos).
Berbagai program yang telah dikembangkan (baik oleh pemerintah maupun NGO) adalah pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Angin/Bayu (PLTB), Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), biomassa, solar water pumping dan biogas rumah.
YHS mulai terlibat dalam kegiatan EBT pada tahun 2015, ketika bekerjasama dengan YRE untuk pembangunan biogas rumah. Hingga saat ini, YHS dengan dukungan YRE telah membangun 226 unit biogas rumah yang tersebar di Sumba Barat dan Sumba Barat Daya.
Kegiatan lainnya adalah pembangunan PLTS komunal di Kampung Tana Kandumuk, Desa Homba Karipit, Kecamatan Kodi Utara, dimana YHS bekerjasama dengan Perhimpunan Indonesia National University of Singapore (PINUS) melalui program Misi Kami Peduli (MKP) pada bulan Mei 2018. PLTS ini melayani 22 rumah, toilet dan kamar mandi umum serta balai pertemuan.
Ke depan, YHS akan melanjutkan pengembangan biogas memanfaatkan limbah ternak. Selain menghasilkan energi, limbah biogas ini (bio-slurry) bermanfaat untuk pupuk dan pakan ternak. Pengembangan sumber energi lainnya akan menjadi target lanjutan, yang diarahkan untuk mendukung usaha ekonomi masyarakat, khususnya wilayah terisolir yang jauh dari akses listrik.